Ø
Surah Al-baqarah ayat 235:
Artinya:
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut
mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka
secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang
ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang
ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.”
Qs. Ar-Ruum 20-25
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari
tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
|
20
|
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً
وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
|
21
|
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi
dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
mengetahui.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ
السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُأَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
|
22
|
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan
siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
mendengarkan.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ
مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
|
23
|
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu
kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan
dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang mempergunakan akalnya.
|
وَمِنْ آيَاتِهِ
يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
|
24
|
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi
dengan iradah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari
bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).
|
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ
تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ
|
25
|
Sumber pengambilan Aqidah Ahlus Sunnah
Wal Jamaah adalah al-Qur-an dan as-Sunnah. Karena aqidah adalah sebuah
keyakinan yang pasti tidak bercampur dengan keraguan sedikitpun dan berhubungan
erat dengan perkara yang ghaib, sehingga satu-satunya sumber dan jalan untuk
mengetahui aqidah tersebut adalah dari al-Qur-an dan as-Sunnah. Allah U
berfirman (artinya): “Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di
bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’.” (QS. An-Naml:
65).
Allah telah menurunkan al-Qur-an dan mengutus para Rasul
untuk menjelaskan semua hal yang wajib diyakini oleh manusia, dan penjelasan
tersebut tentu saja bersumber dari sunnah beliau. Allah U berfirman menerangkan
kedudukan sunnah Rasul-Nya:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَا
نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur-an, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44).
Rasulullah
r juga bersabda:
أَلاَ إِنِّى
أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ
مَعَهُ
“Ketahuilah sesungguhnya aku telah diberikan al-Qur-an
dan yang semisal dengannya (as-Sunnah).” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Hakim dan
beliau menshahihkannya serta diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dengan sanad
yang shahih sebagaimana yang disebutkan oleh al-Albani dalam kitab al-Hadits
Hujjatun Binafsihi).
Rasulullah
r juga bersabda:
“Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara,
kalian tidak akan tersesat selama berpegang pada keduanya: Kitabullah dan
Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik dan Hakim yang dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Kitab Misykatul
Mashabih).
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang
muslim untuk menerima setiap apa yang datang dari al-Qur-an dan Sunnah
Rasulullah r serta
menolak apa yang ditolak oleh al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah r. Allah U
berfirman (artinya):
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
(pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Imam Syafi’i dalam kitab ar-Risalah (hal. 110)
berkata: “Tidak ada suatu permasalahanpun yang dihadapi oleh seseorang yang
mengikuti agama Allah, melainkan jawabannya ada dalam Kitabullah, sebagai jalan
dan petunjuk.” Beliau juga berkata (hal. 155): “Allah telah mewajibkan manusia
mengikuti Wahyu-Nya dan sunnah-sunnah Rasul-Nya.”
Inilah yang diyakini oleh para sahabat dan para imam kaum
muslimin. Mereka semua selalu mengedepankan firman Allah dan Sabda Rasul-Nya,
sebagai bentuk pengamalan dari firman Allah:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا
لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ
يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului
Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat: 1).
‘Abdullah bin ‘Umar pernah berkata pada seseorang yang
bertanya kepadanya dan membantah dengan pendapat ‘Umar bin Khaththab (ayah
beliau): “Apakah perintah Rasulullah
r lebih berhak diikuti atau perintah ayah
saya?” (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan beliau).
Ibnu ‘Abbas juga pernah berkata kepada orang yang
membenturkan sabda Rasulullah
r dengan ucapan Abu Bakr dan ‘Umar radhiallahu’anhuma:
“Hampir saja kalian tertimpa batu dari langit, aku membawakan sabda Rasulullah
r kalian (malah) membantahnya (dengan
ucapan): Abu Bakr berkata dan ‘Umar berkata.” (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Razzaq
dalam Mushannaf beliau).
Beginilah sikap para sahabat secara umum, mereka selalu
mengedepankan nash al-Qur-an dan Sunnah (hadits) Rasulullah r walaupun
bertentangan dengan orang yang paling mereka hormati sekalipun. Sikap inilah
yang dicontohkan oleh para Imam -madzhab-
Imam Abu Hanifah rahimahullah pernah berkata:
“Apabila saya mengutarakan satu pendapat yang bertentangan dengan Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah r, maka tinggalkanlah perkataan saya.”
(Diriwayatkan oleh al-Filani dalam kitab Iiqazh Himam).
Imam Malik rahimahullah berkata: “Saya ini hanya
seorang manusia, bisa salah dan bisa benar, maka telitilah pendapatku. Setiap
pendapatku yang sesuai dengan al-Qur-an as-Sunnah ambillah, dan setiap
pendapatku yang tidak sesuai dengan al-Qur-an dan as-Sunnah tinggalkanlah.
(Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam kitab Jaami’ul ‘ilm wa fadhlihi).
Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata: “Kaum muslimin
telah sepakat (ijma’) bahwa barangsiapa yang mengetahui dengan jelas suatu
Sunnah dari Rasulullah r, maka tidak halal baginya meninggalkan Sunnah
tersebut karena perkataan (pendapat) orang.” (Diriwayatkan al-Filani dalam
kitab Iiqazh Himam).
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang
menolak hadits Rasulullah
r maka ia berada di ujung jurang
kehancuran.” (Diriwayatkan oeh Ibnul Jauzi dalam kitab Manaqibul Imam Ahmad).
Dasar dalam memahami al-Qur-an dan as-Sunnah (hadits)
adalah nash-nash (ayat maupun hadits) yang saling menjelaskan antara satu dan
lainnya serta pemahaman para salaf yaitu sahabat Rasulullah r dan
para imam yang mengikuti mereka dengan baik.
Sudah jelas bahwasanya hanya Allah dan Rasul-Nya lah yang
paling tahu maksud dan makna ayat maupun hadits oleh karena itu sebaik-baik
penjelasan adalah penjelasan dari Allah dan Rasul-Nya, dari ayat dan hadits
yang saling menjelaskan.
Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku beriman
pada Allah dan apa yang datang dari Allah sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya
serta aku beriman pada Rasulullah
r dan apa yang datang darinya sesuai dengan
apa yang dimaksudkan oleh Rasulullah r (Majmu’
fatawa).
Kemudian setelah Allah dan Rasul-Nya, tentunya yang
paling tahu tentang makna dan maksud hadits adalah para sahabat yang langsung
berada di bawah bimbingan Rasulullah
r. Mereka para sahabat adalah orang-orang
yang telah diridhai oleh Allah dalam firman-Nya (artinya):
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.” (QS. At-Taubah:
100).
Allah juga menjelaslkan ciri orang yang mendapat hidayah
adalah orang-orang yang mengimani apa yang para sahabat imani, Allah berfirman:
فَإِنْ آَمَنُوا
بِمِثْلِ مَا آَمَنْتُمْ
بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah
beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk.” (QS.
Al-Baqarah: 137).
Rasulullah
r dengan jelas menyifatkan orang yang
selamat adalah orang yang mengikuti thariqah (jalan) atau manhaj
(metode) para sahabat dalam memahami ayat dan hadits Rasulullah r
Rasulullah
r bersabda (artinya): “Dan ummatku akan
terpecah belah menjadi tujuh puluh millah, semuanya masuk dalam neraka, kecuali
satu millah saja. Para sahabat bertanya: siapakah yang diatas millah tersebut
wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: mereka yang berada di atas aku dan para
sahabatkuberada.” (Hadits Shahih riwayat Imam at-Tirmidzi).
Mungkin akan ada yang bertanya, para sahabat juga banyak
yang berselisih pendapat. Pendapat atau pemahaman siapakah diantara mereka yang
akan kita pilih?
Para sahabat tidaklah berselisih dalam masalah ushul
(pokok) yang prinsip. Perselisihan mereka terjadi pada masalah furu’ (cabang)
dan masalah sikap yang bersifat ‘amaliyyah. Hadits Rasulullah r di
atas juga tidaklah menyatakan bahwa kita dipersilahkan memilih sahabat mana
saja yang boleh kita ikuti, namun menegaskan sebuah metode yang bersumber dari
Rasulullah r yang diajarkan pada para
sahabat kemudian mereka sepakat berjalan di atasnya. Adapun perselisihan dan
kesalahan yang terjadi pada sebagian mereka yang bersifat furu’iyyah
(cabang) dan ‘amaliyyah terjadi karena kesalahan ijtihad. Jadi yang kita
ikuti adalah metode (manhaj) yang disepakati tersebut.
Akal yang sehat tidak akan bertentangan dengan ayat atau
hadits yang shahih. Jika ada yang menyangka adanya pertentangan, maka wajib
mengedepankan ayat dan hadits Rasulullah
r.
Firman Allah dan hadits Rasulullah r adalah nash yang
mengandung syariat yang sempurna, cocok diterapkan di setap zaman dan tempat
sedang akal manusia hanyalah makhluk yang penuh kekurangan dan mempunyai
jangkaun terbatas. Sangat tidak adil sesuatu yang penuh kekurangan dan
mempunyai jangkauan tebatas lebih didahulukan dari pada firman Allah yang mulia
dan hadits Rasulullah r yang suci.
Padahal Allah telah berifrman (artinya): “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Hujurat: 1).
Imam as-Syafi’i rahimahullah berkata: “Sebagaimana
penglihatan mata terbatas begitu juga jangkauan akal.” (Kitab Aadabusy Syafi’i).
Imam Ibnu ‘Abdil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah
berkata: “Syariat tidak datang membawa sesuatu yang danggap mustahil oleh akal,
tetapi ia kadang membawa sesuatu yang membingungkan akal.” (Kitab Syarhul
‘aqidah at-Thahawiyyah).
Bisa jadi menurut seseorang suatu ayat atau hadits
tertentu bertentangan dengan akalnya, namun menurut orang lain yang dikaruniai
ketajaman berfikir lebih, tidak merasakan adanya pertentangan tersebut.
Ketajaman akal fikiran manusia tidaklah sama, sehingga tidak semua orang dapat
menalari sesuatu dengan baik.
Kesimpulannya, orang yang selalu mengedepankan akal dari
pada nash al-Qur-an dan hadits adalah orang yang sombong, takabbur dengan
dirinya sendiri, menganggap akalnya mampu menalari segala sesuatu dan tidak mau
mengakui kelemahan diri dan akalnya. Wallahu ta’ala a’lam.
makasih atas infonya...jangan lupa kunjungannya ya..infoguru33.blogspot.com
BalasHapusApa hadist yang menjelaskan tentang akidah (H.R bukhori) ?
BalasHapusassalamualaikum wr. wb.
BalasHapuskepada penulis saya ucapkan terimakasih atas artikel yang sangat bermanfaat dan penuh kebaikan ini, semoga penulis selalu diberkahi nikmat iman islam yang terus bertambah, dan semoga Allah selalu memberi kebaikan kepada penulis dan keluarga. Kepada penulis saya mohon izin untuk mengambil sebagian isi dari artikel penulis ini sebagai bahan pembuatan makalah tugas kuliah saya. semoga penulis berkenan mengizinkan dan mendapat pahala yang mengalir melalui makalah yang saya buat ini,aamiin. Terimakasih😊